MENGELOLA RASISME DAN TOLERANSI

    
MENGELOLA RASISME DAN TOLERANSI

     

     Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.
   
     Beberapa penulis menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe) [2][3].
     
     Rasisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida. Politisi sering menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara. Istilah rasis telah digunakan dengan konotasi buruk paling tidak sejak 1940-an, dan identifikasi suatu kelompok atau orang sebagai rasis sering bersifat kontroversial.
    
     Penyebab rasisme perbedaan suku, ras dan agama maupun pendapat yang dapat menyebabkan konflik

Cara mengelola Rasisme dan Toleransi

1. Mendekatkan diri kepada tuhan yang maha esa.
     
     Sebagai makhluk yang memiliki agama, tidak ada lagi tempat yang tepat untuk mengadu dan berserah diri selain kepada tuhan yang maha esa. Kita sebagai umat beragama selalu memegang teguh segala perintah dan ajaran-Nya dan menjauhi dari segala larangan-Nya. Apabila kita merasa di sakiti atau ter aniaya oleh makhluk tuhan lainnya, alangkah baiknya kita serahkan hal tersebut kepada sang pencipta yang maha adil bagi seluruh umat-Nya.

2. Mengendalikan diri.
    
      Sebagai manusia biasa yang memiliki perasaan, ada kalanya kita tidak dapat memendung suatu cobaan atau godaan dari makhluk ciptaan tuhan lain yang mengundang kita untuk berbuat yang tidak baik. sebaiknya kita dapat mengendalikan diri kita dari keinginan untuk berbuat yang tidak baik tersebut karena banyak kerugiannya dari pada keuntungannya. Karena Tuhan maha mengetahui dan adil untuk umat-Nya.

3. Tidak menyinggung/menyakiti hati orang lain.
     
     Tidak mungkin ada asap apabila tidak ada api, apabila kita tidak ingin diperlakukan tidak baik oleh orang lain maka kita terlebih dahulu tidak melakukan hal yang tidak baik kepada orang lain. Memanggil atau menghardik orang dengan kata-kata yang menyinggung SARA sangat besar dampaknya untuk memicu terjadinya konflik sara.

4. Hilangkan prasangka buruk kepada orang lain.
     
     Berprasangka tidak baik kepada orang lain merupakan penyakit hati yang harus dihilangkan. Walaupun sangkaan itu benar adanya, kita tetap tidak boleh berprasangka buruk kepada orang lain terlebih lagi apabila prasangka kita itu tidak terbukti dan hanya rekaan kita saja tanpa adanya bukti. Selain menjadikannya suatu jurang pemisah juga dapat menjadi pemercik api perkelahian antara kita dengan orang lain.

5. Saling menghormati dan menghargai.
     
     Jalan satu-satunya agar terjalin suatu hubungan yang harmonis dan menjadi jembatan dari seluruh perbedaan yang ada ialah rasa saling menghormati dan menghargai diantara sesama makhluk tuhan. Dengan cara ini kita merasa manjadi satu bagian yang berharga diantara lainnya, dan merasa setara tanpa ada perbedaan.

6. Menjalin hubungan dengan melakukan kegiatan positif bersama-sama.
     
      Suatu hubungan sosial berarti suatu interaksi dari beberapa makhluk sosial yang terjadi di suatu lingkungan. Untuk memelihara suatu hubungan yang harmonis maka diperlukan interaksi yang harmonis pula yaitu melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama yang melibatkan semua pihak yang dilakukan dengan bahagia.

Referensi:
http://www.kodam17cenderawasih.mil.id

Komentar